israel Mulai Serang Kapal Global Sumud Flotilla Dengan Puluhan Drone
Para aktivis Global Sumud Flotilla mulai melaporkan adanya serangan yang menyasar kapal-kapal kemanusian yang berlayar untuk menembus blokade Gaza.
Salah-satu aktivis dalam pelayaran tersebut Jasmine Acar melalui saluran komunikasi para partisipan Global Sumud Flotilla mengabarkan, Rabu 24 September 2025 dini hari ada sebanyak 15 drone dengan ukuran besar mengitari armada-armada kemanusian yang saat ini memasuki perairan Yunani.
Sementara itu aktivis Global Sumud Flotilla lainnya, Thiago Avila, menyampaikan dari atas kapal, sejauh ini sudah terdengar 10 ledakan. Menurut dia, daya rusak alat yang digunakan dapat melukai manusia dan merusak kapal.
Armada Global Sumud pada hari Selasa menolak permintaan israel agar kapal-kapalnya berlabuh di Ashkelon untuk mentransfer bantuan kemanusiaan ke Gaza, dan menyebut permintaan tersebut sebagai bagian dari blokade jangka panjang Tel Aviv terhadap wilayah Palestina tersebut, Anadolu melaporkan.
Kementerian Luar Negeri israel pada hari Senin memperingatkan bahwa kapal-kapal armada tidak akan diizinkan memasuki wilayah yang disebutnya “zona pertempuran aktif” dan menuduh kelompok perlawanan Palestina sebagai dalang di balik misi tersebut.
Kementerian Luar Negeri israel menyatakan bahwa bantuan dapat dibongkar di Pelabuhan Ashkelon di israel selatan dan ditransfer ke Gaza “dengan cepat dan terkoordinasi.”
Dalam sebuah pernyataan, penyelenggara armada menolak usulan israel tersebut, menekankan bahwa itu bukanlah permintaan logistik yang netral, melainkan taktik untuk menghalangi bantuan dan mendelegitimasi mereka yang menentang pengepungan.
“Sejak Mei 2025, setelah mencabut apa yang disebut ‘blokade total’, israel hanya mengizinkan rata-rata 70 truk per hari masuk ke Gaza, sementara badan-badan PBB memperkirakan bahwa 500 hingga 600 truk dibutuhkan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar,” demikian pernyataan tersebut.
Pernyataan tersebut mengutip catatan israel dalam mencegat kapal, memblokir konvoi, dan membatasi rute sebagai bukti bahwa tujuannya “bukan untuk memfasilitasi bantuan, melainkan untuk mengendalikan, menunda, dan menolaknya.” (is/knrp)