Anggota Parlemen AS Desak Kongres AS Akui Al-Aqsha Milik israel
Laporan dari Washington menunjukkan bahwa beberapa anggota parlemen AS yang bersekutu dengan sayap kanan israel sedang bersiap untuk mengajukan resolusi kontroversial di Kongres yang berupaya mengubah status quo lama yang mengatur kompleks Masjid Al-Aqsha di Al-Quds yang diduduki (29/10).
Inisiatif ini dipimpin oleh Anggota Kongres Claudia Tenney (Republik–New York) dan Anggota Kongres Clay Higgins (Republik–Louisiana), dan didukung oleh Organisasi Zionis Amerika dan Yayasan Kebenaran Timur Tengah, dua kelompok sayap kanan yang terkait erat dengan Perdana Menteri israel Benjamin Netanyahu.
Menurut rancangan teks resolusi tersebut, resolusi tersebut menyerukan Dewan Perwakilan Rakyat AS untuk menegaskan kedaulatan israel atas Masjid Al-Aqsha, yang disebut oleh israel sebagai Bukit Bait Suci, dan untuk mengakui apa yang digambarkannya sebagai “hak yang tidak dapat dicabut dari orang-orang Yahudi untuk akses penuh ke situs tersebut dan hak mereka untuk berdoa dan beribadah di dalamnya, sesuai dengan prinsip-prinsip kebebasan beragama.”
Proposal tersebut juga menegaskan kembali pengakuan AS atas Al-Quds sebagai ibu kota israel yang tidak terbagi. Resolusi tersebut menggambarkan situs tersebut sebagai “tempat tersuci dalam agama Yahudi” dan “tempat suci bagi umat Kristen dan Muslim,” dengan klaim bahwa umat Yahudi dan Kristen menghadapi “pembatasan ketat” dalam akses dibandingkan dengan umat Muslim.
Menurut teks resolusi tersebut, umat Muslim diizinkan masuk ke Masjid Al-Aqsha melalui 11 gerbang, sementara non-Muslim hanya boleh menggunakan satu gerbang dengan jam operasional terbatas. Resolusi tersebut juga mencatat bahwa non-Muslim dilarang masuk pada hari Jumat dan Sabtu, sehingga mencegah umat Yahudi melaksanakan salat Sabat di sana.
Meskipun dibingkai sebagai masalah kesetaraan agama, para analis memperingatkan bahwa resolusi tersebut secara efektif berupaya untuk membatalkan Perjanjian Wadi Araba 1994 antara Yordania dan israel, yang secara resmi menetapkan hak asuh Hasyimiyah atas Masjid Al-Aqsha dan menegaskan kembali status quo yang ada.
Berdasarkan pengaturan tersebut, Wakaf Islam Yordania memegang otoritas administratif dan keagamaan atas situs tersebut. Setiap perubahan pada sistem ini dapat membawa implikasi politik dan keamanan yang serius di seluruh kawasan.
Para pengamat menggambarkan inisiatif ini sebagai “langkah politik yang berbahaya”, yang sejalan dengan agenda sayap kanan israel untuk menegaskan kendali penuh atas Al-Quds yang diduduki dan membagi Masjid Al-Aqsha secara temporal dan spasial — sebuah kebijakan yang telah lama ditentang oleh Palestina, Yordania, dan sebagian besar komunitas internasional. (is/knrp)
