Info KNRP

Ada Haru Untuk Palestina dari Malinau

Ada Haru Untuk Palestina dari Malinau
oleh Azhar Suhaimi*)

Pukul 14.00 siang, udara di sekitar pelabuhan Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) cukup terasa panas. Ruang tunggu semakin penuh oleh para penumpang Speed boat yang akan pulang maupun Berpergian menuju Malinau, Bulungan, Tanjung Selor maupun pulau-pulau kecil sekitar Tarakan.
Setelah menunggu lebih setengah jam, kami akhirnya dipanggil untuk berangkat menuju Malinau. Penumpang segera bergegas masuk mengambil posisi tempat duduk masing-masing. Boat penuh dengan penumpang tidak kurang dari 50 orang. Ruang kabin tanpa AC cukup pengap bercampur aroma keringat para penumpang.
Bagi penumpang yang memiliki bobot lebih, kursi boat cukup menyiksa selama 3,5 jam hingga sampai ke Malianu. Selain didesain untuk dua orang tapi sebenarnya hanya dapat memuat satu setengah penumpang. Jarak kursi yang pendek untuk ukuran lutut warga kebangsaan Arab, seperti Syaikh Abdullah Al Husaini, asal Palestina menjadi kesulitan tersendiri.
Sesekali dalam beberapa waktu, Abu Hamzah, panggilan akrab Syaikh Abdullah memperbaiki posisi duduk dan memindahkan posisi lengannya. Pegal, keringat dan penat. Namun, tentu ini jauh tidak sebanding dengan apa yang mereka alami di dalam Palestina sana.
Mereka yang di Gaza masih terblokade dengan seluruh bentuk keterbatasan. Hak hak mereka di Tepi Barat maupun berbagai belahan Palestina lainnya masih dipasung tirani penjajah Israel. Belum lagi kondisi mereka yang berstatus pengungsi di negara-negara terdekat Palestina. Pengungsi Palestina di Yarmouk, Suriah, menjadi cerita panjang nestapa tidak berujung. Ribuan lainya, menjerit bisu di kerangkeng dingin zionis Israel.

Palestina!

“Subhanallah kita sudah sampai,” ungkap Abu Hamzah, pendek, padat penuh makna. Pandangannya menyapu hamparan sungai yang luas dan panjang. Pohon pohon bakau di sepanjang bibir sungai, kelak menjadi saksi. Papan dermaga di pelabuhan Malinau akan mencatat, di daratan ini ada cinta dan harap untuk Al Aqsha dan Palestina merdeka.

Tiga jam setengah, seolah tidak terasa. Apalagi setelah Shalat Isya’ warga sudah berkumpul di Masjid Agung Darul Jalal, Malinau. Ini adalah kali pertama KNRP singgah, mengabarkan Palestina di kabupaten Malinau, Kaltara. “Saya datang dari Palestina, jantung dan tanah yang diberkahi Allah di muka bumi ini,” kata Syaikh Abdullah membuka ceramahnya.
“Al Aqsha dan Palestina memang jauh dari Indonesia, tapi saya melihat sangat dekat di hati saudara-saudara saya di Malinau, Indonesia ini,” lanjutnya. Sejarah telah mencatat, sejak merdeka, Indonesia tetap konsisten membela kemerdekaan bangsa Palestian. Petuah Soekarno, Presiden Pertama RI dalam pidatonya menjadi inspirasi bangsa  Palestina untuk merdeka. “Kami ingin merdeka dan terlepas dari penjajahan Israel, sebagaimana Indonesia terlepas dari penjajah Belanda,” ungkap Syaikh Abdullah.
Haru mendengarnya. Kini sejarah itu terulang kembali. Komitmen dan semangat Bandung digelorakan kembali untuk mendukung kemerdekaan Palestina. Untuk sekian kalinya Indonesia menoreh tinta pedulinya untuk bangsa Palestina. “Kami tidak sendiri berjuang, di sini ada saudara-saudara saya yang masih peduli dan memiliki harapan yang sama untuk Palestina Merdeka,” lanjutnya.
Banyak wajah yang terlihat tunduk dengan pipi yang basah. Sekaligus juga semangat, yang malam ini seolah kembali. Satu persatu syal Indonesia-Palestina dikalungkan di beberapa jamaah yang hadir di acara Tabligh Akbar Penggalangan Dana Untuk Palestina di Masjid Agung, Kota Malinau.
“Pak, bermalam di mana setelah acara selesai, barangkali nanti saya dapat ketemu” tanya seseorang berkulit putih berbaju batik. “Di penginapan dekat masjid,” jawabnya singkat, salah seorang dari kami. Setelah sesi foto bersama jamaah masjid, Tim KNRP kembali ke penginapan. Istirahat, berlanjut untuk agenda esok pagi.
30 menit berlalu. “Assalamu’alaikum, saya yang tadi ikut Tabligh Akbar di Masjid,” jawabnya. “Wa’alaikumussalam, apa yang bisa kami bantu,” tanya kami. Riyanto memperkenalkan diri lebih lanjut. Warga sekitar mengenalnya sebagai Akid, Muslim keturunan Tionghoa. Ditemani istrinya yang mengenakan jilbab cokelat, menemui KNRP untuk menyerahkan donasinya.
Menurut pengusaha ini, ia merasa kurang pas menyerahkan donasinya di masjid. “Ini sedikit yang saya sumbangkan untuk Palestina, tadi tidak enak saya serahkan di sana, ungkap Akid sambil menyerahkan sebuah amplop putih. Sebetulnya, Akid dan istrinya ternyata bukan saat ada momentum untuk berdonasi. “Waktu itu kami juga transfer zakat maal saya untuk Palestina via KNRP,” terang istrinya.
Subhanallah, Palestina. Ia memang tidak pernah sendiri, selalu saja cara dan orang yang dikirim Allah untuk saudaranya di Palestina. Indonesia betul betul ingin membuktikan dirinya terdepan membela masyarakat yang terzalimi. Pemerintah dan masyarakat satu suara. Namun kita tunggu untuk Palestina, para pemimpin Arab dan Dunia layak bercermin pada Indonesia.**
* Penulis adalah Ketua Biro Kajian dan Informasi KNRP
**Tulisan ini dalam rangka Road To Concert K7K di Nunukan dan Tarakan, Kaltara