Jatuhkan 140 Ribu Ton Bom, Israel Bunuh 20 Ribu Anak-Anak di Gaza
JAKARTA — Sedikitnya 10 persen dari total penduduk Gaza, atau sekitar 200 ribu orang, telah menjadi korban serangan Israel sejak agresi militer berlangsung hampir dua tahun terakhir. Jumlah korban di Palestina bahkan telah melampaui total tentara Amerika Serikat yang tewas dalam berbagai perang besar sepanjang sejarah, mulai dari Perang Dunia I dan II, Perang Vietnam, hingga invasi Irak. Kondisi ini memperlihatkan skala kehancuran yang dialami rakyat Palestina, yang sebagian besar adalah anak-anak, perempuan, dan lansia.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Palestina National Initiative, Dr Mustafa Barghouti, daam kegiatan temu media bertema “Situasi Terkini Palestina – Genosida dan Siasat Migrasi Paksa” yang diselenggarakan oleh Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP) di Jakarta (2/9).
Mustafa menegaskan bangsa Palestina saat ini tengah menghadapi perang eksistensial yang mengancam keberadaannya, dan menyebut bahwa sejak 1948, rakyat Palestina terus terusir dari tanahnya dan kini lebih dari 7,5 juta orang hidup di luar negeri.
“Perang eksistensial ini bukan mengancam Israel, tetapi justru Palestina. Bangsa Palestina lah yang terancam, terutama akibat pendudukan dan pengusiran paksa yang terus berlanjut,” ujar Mustafa.
Menurutnya, kondisi di Gaza saat ini merupakan kelanjutan dari peristiwa Nakbah 1948, yang mengusir 70 persen warga Palestina dari tanahnya. Ia menyebut Gaza kini tidak hanya menghadapi serangan militer brutal, tetapi juga tiga bentuk kejahatan perang: genosida, hukuman kolektif, dan pembersihan etnis.
“Israel telah menjatuhkan lebih dari 140 ribu ton bom di wilayah kecil Gaza. Artinya, setiap orang Palestina di Gaza menerima setara 66 kilogram bom. Itu setara delapan kali bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki,” ungkapnya.
Korban Sipil Mayoritas Anak-Anak dan Perempuan
Musfata memaparkan, serangan tersebut telah menyebabkan lebih dari 300 ribu rakyat Palestina terluka, 61 ribu sakit, serta 20 ribu anak-anak tewas. Sekitar 70 persen korban adalah anak-anak, perempuan, dan lansia. Ia juga menambahkan, lebih dari 1.590 tenaga medis gugur, serta 248 jurnalis terbunuh akibat serangan Israel.
“Jurnalis seharusnya dilindungi hukum internasional, tapi justru menjadi target. Tujuan Israel adalah agar dunia tidak mengetahui kenyataan sebenarnya di Gaza,” ujarnya.
Tidak hanya itu, sekitar 2.316 keluarga Palestina musnah seluruh anggotanya, sehingga tidak ada lagi catatan sipil mereka. Bahkan, lebih dari 450 bayi baru lahir meninggal akibat kondisi perang, kelaparan, maupun keterbatasan medis.
Politik Kelaparan
Mustafa menyebut Israel menerapkan hukuman kolektif dengan sengaja menciptakan kelaparan.
“Lebih dari 332 rakyat Gaza meninggal karena malnutrisi, termasuk 120 anak kecil. Mereka mati hanya ratusan meter dari lokasi bantuan kemanusiaan, tapi dihalangi Israel,” katanya.
Ia menegaskan tindakan tersebut termasuk bentuk genosida biologis, karena rakyat Gaza juga dihalangi akses terhadap vaksin penting seperti polio dan hepatitis. Akibatnya, penyakit menular merebak di tengah minimnya layanan kesehatan.
Seruan untuk Indonesia
Dalam pesannya kepada rakyat dan pemerintah Indonesia, Mustafa menegaskan empat hal penting. Pertama, Indonesia jangan sampai menyetujui upaya pengusiran paksa rakyat Gaza dengan dalih kemanusiaan. Kedua, menolak segala bentuk normalisasi politik dengan Israel.
Ketiga, pemerintah Indonesia diminta tidak menjalin hubungan dagang maupun militer dengan Israel, dan sebaliknya mendorong penerapan sanksi internasional. Keempat, ia menyerukan agar masyarakat Indonesia terus membantu rakyat Palestina agar tetap bertahan di tanahnya.
“Kami tidak ingin diusir dari tanah kami dengan alasan apapun. Bantulah kami tetap tinggal di Palestina,” pungkasnya.