Manfaatkan Perang di Gaza, Diam – Diam israel Kuasai dan Usir Warga Palestina di Tepi Barat
Saat israel melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza, para pemukim memanfaatkan kurangnya perhatian global terhadap Tepi Barat yang diduduki untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka di sana.
Para pemukim khususnya didorong oleh Menteri Keuangan israel sayap kanan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang keduanya telah mendorong perluasan permukiman di Tepi Barat sejak bergabung dengan pemerintahan pada tahun 2022.
Serangan yang dipimpin Hamas terhadap komunitas israel dan pos-pos militer di israel selatan pada 7 Oktober, yang mengakibatkan 1.139 orang tewas dan lebih dari 250 orang ditawan kembali ke Gaza, menciptakan lingkungan politik yang mendukung untuk mencuri sebagian besar tanah Palestina dengan sedikit perlawanan atau protes internasional, kata para ahli kepada Al Jazeera.
Menurut Peace Now, sebuah organisasi nirlaba yang memantau perampasan tanah di Tepi Barat, israel telah menyita 23,7 km persegi (9,15 mil persegi) tanah Palestina tahun ini sementara perang israel di Jalur Gaza, yang mengakibatkan sedikitnya 38.848 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, tewas dan 89.459 terluka, terus berlanjut.
Warga Palestina berulang kali mendapat ancaman dari para pemukim israel yang memiliki sejarah kekerasan. Mereka akhirnya mengungsi dari desa kecil di Tepi Barat musim gugur lalu.
Kemudian, dalam sebuah dukungan langka terhadap hak atas tanah Palestina, pengadilan tertinggi israel memutuskan pada musim panas ini bahwa penduduk Khirbet Zanuta yang terusir berhak untuk kembali di bawah perlindungan pasukan israel. Namun, selama beberapa bulan, hampir semua rumah di desa, sebuah klinik kesehatan, dan sebuah sekolah hancur.
Sekitar 40 persen mantan penduduk sejauh ini memilih untuk tidak kembali. 150 orang yang telah kembali tidur di luar reruntuhan rumah lama mereka. Mereka bertekad untuk membangun kembali dan tetap tinggal, meskipun para pemukim mencoba mengintimidasi mereka agar pergi dan perintah pengadilan melarang mereka membangun rumah baru.
“Ada kegembiraan, tetapi ada juga kekurangan,” kata Fayez Suliman Tel, kepala dewan desa dan salah satu orang pertama yang kembali melihat desa yang dijarah itu, dikutip dari AP News. “Situasinya sangat menyedihkan,” kata Tel.
“Tetapi meskipun demikian, kami tetap teguh dan bertahan di tanah kami, dan jika Tuhan berkehendak, pengungsian ini tidak akan terulang lagi,” lanjutnya. (is/knrp)