Tentara Cadangan israel Tolak Bergabung Dalam Serangan Besar-Besaran ke Gaza
Puluhan tentara cadangan dan perwira israel dilaporkan tidak mau melapor untuk dinas militer karena tentara memanggil puluhan ribu cadangan untuk perluasan serangan terhadap Jalur Gaza yang terkepung.
Hal ini terjadi setelah kabinet keamanan israel menyetujui perluasan perang di Gaza kemarin malam, dengan dalih “memaksa pejuang Palestina untuk menyetujui perjanjian pertukaran tahanan tanpa gencatan senjata” (6/5/2025).
Menurut Jerusalem Post, tentara penjajah israel mengatakan pada hari Sabtu bahwa mereka mengirimkan perintah panggilan kepada puluhan ribu cadangan untuk memperluas perangnya di Jalur Gaza.
“Puluhan ribu cadangan yang dipanggil akan mulai muncul di militer pada minggu mendatang,” katanya.
Namun, menurut surat kabar itu, tentara harus menganggap dirinya beruntung jika 60 hingga 70 persen dari mereka yang dipanggil untuk dinas benar-benar muncul.
Surat kabar itu mengatakan penurunan tajam dalam jumlah anggota cadangan merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor, termasuk kelelahan fisik yang ekstrem karena para anggota cadangan telah dipanggil tiga hingga enam kali sejak 7 Oktober 2023, serta kelelahan emosional karena meninggalkan keluarga, universitas, dan pekerjaan mereka.
Menurut surat kabar itu, banyak anggota cadangan telah bertugas selama lebih dari 275 hari sejak 7 Oktober, dan gangguan terhadap kehidupan, mata pencaharian, dan pekerjaan keluarga mereka menjadi tidak berkelanjutan.
“Banyak yang telah diberhentikan dari pekerjaan mereka karena absen lama karena dinas militer mereka,” tambahnya.
Surat kabar itu menjelaskan bahwa banyak anggota cadangan menolak untuk datang bertugas terutama karena mereka merasa keputusan tersebut didorong oleh pertimbangan politik yang berkaitan dengan keinginan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mempertahankan kabinet koalisinya, daripada pertimbangan strategis, seperti mengalahkan pejuang Palestina atau mengembalikan tawanan israel yang ditahan di Gaza.
Para prajurit juga dilaporkan frustrasi karena kurangnya tujuan akhir yang jelas untuk perang tersebut.
“Ketika perdana menteri dan kepala staf tidak sepakat tentang apakah tujuan utama perang adalah menghancurkan pejuang atau menyelamatkan para sandera, kebingungan ini merasuki semua orang. Hal itu tidak menumbuhkan rasa percaya diri, tetapi malah menimbulkan keraguan dan rasa sia-sia: Mengapa melakukan ini jika mereka tidak tahu apa yang mereka inginkan?” tambah surat kabar itu. (is/knrp)